04. ALMALIK

 Pada pemahaman tentang nama Allah "Al-Malik":

"Al-Malik" adalah nama Allah yang sangat luas maknanya. Al-Malik berarti: yang memiliki dan menguasai segala sesuatu tanpa batas, dalam kata lain (Allah) adalah seorang raja. Apa pun yang ingin dilakukan-Nya terhadap milik-Nya itu, tidak ada satu pun yang bisa menghalangi-Nya, tidak ada satu pun aturan yang membatasi-Nya, apakah akan diambil seluruhnya atau hanya sebagian, semuanya terserah pada-Nya. Hal ini berbeda dengan kita (sebagai hamba) dalam memiliki sesuatu yang pasti ada batasannya—ada harta yang boleh kita miliki dan ada juga harta yang tidak boleh kita miliki.

Dengan nama "Al-Malik," Dia menguasai segala sesuatu dengan kekuasaan-Nya yang tak terbatas, sehingga Dia pun berhak menghidupkan, mematikan, menciptakan, atau menghilangkan sesuatu tadi. Semua itu karena kekuasaan Allah yang tidak terbatas.

Seorang hamba tidak mungkin menjadi raja yang mutlak seperti Allah. Kalaupun ada hamba yang menjadi raja atau disebut sebagai "malik," itu hanya merupakan kata pinjaman atau majazi (kiasan), karena raja yang sebenarnya hanyalah Allah, satu-satunya. Karena dalam Al-Qur'an dijelaskan secara tegas:

"فَتَعَالَى اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ." Artinya: Maha Tinggi Allah, Dialah Raja yang sebenarnya.

Para ulama, nabi, dan rasul semuanya mengarahkan kita agar selalu dekat dengan Raja yang Maha Tinggi ini agar kita menjadi hamba dari Al-Malik (Abdul Malik). Kita dapat melihat dan membayangkan betapa mulianya hidup seseorang dan kehormatannya jika ia dekat dengan seorang raja yang memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dan memiliki segala sesuatu dengan kepemilikan yang mutlak. Sebagai perbandingan, bayangkan betapa mulianya hidup seseorang jika ia dekat dan akrab dengan raja-raja dunia (raja-raja kecil) padahal kekuasaan mereka sangat terbatas. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika raja-raja kecil tersebut turun, maka secara otomatis orang-orang yang dekat dengan mereka juga ikut turun. Hal ini berbeda jika seseorang dekat dengan Al-Malik, Allah Raja yang sebenarnya, maka sangatlah mulia hidup dan kehormatannya, karena Allah adalah Raja dari segala raja dan Allah tidak membutuhkan siapapun bahkan sebaliknya, semua selain-Nya membutuhkan-Nya.

Jika diperhatikan dari urutan Asmaul Husna (Nama-Nama Allah) dari yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat, yaitu: Allah, Ar-Rahman, Ar-Rahim, dan Al-Malik, terdapat makna yang sangat besar. Nama Tuhan yang pertama adalah nama yang menunjukkan Dzat yang wajib ada dan bersifat dengan segala sifat kesempurnaan dan kebesaran, sedangkan Ar-Rahman adalah yang sangat pengasih.

Sangat pengasih dan memberikan nikmat yang besar-besar, dan Ar-Rahim bermakna pengasih dan penyayang serta memberikan nikmat yang kecil-kecil. Sedangkan Al-Malik, yaitu Allah, adalah seorang raja, dan Dia bukanlah seorang raja yang kejam, tetapi Dia adalah seorang raja yang didasari dengan Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang).

Ketika Sayyidina Umar bin Khattab menjadi Khalifah, beliau pernah mengangkat seseorang menjadi Amir (Gubernur). Saat acara pelantikan gubernur tersebut, tiba-tiba datang seorang anak kecil dan Sayyidina Umar langsung memeluk dan mencium anak kecil tersebut. Melihat hal tersebut, calon gubernur itu berkata, "Wahai Umar! Apa yang kau lakukan mencium anak kecilku? Aku mampu mengatur orang banyak, tetapi aku tidak pernah mencium mereka." Setelah Sayyidina Umar mengetahui keadaan calon gubernur tersebut, Umar pun memutuskan untuk membatalkan pelantikan calon gubernur tersebut karena si calon gubernur tersebut tidak memiliki sifat kasih sayang. Bagaimana bisa dia menjaga orang lain jika terhadap anaknya sendiri pun dia tidak memiliki kasih sayang? Sayyidina Umar bertindak demikian karena memahami bahwa Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, adalah Al-Malik (Raja yang Maha Kuasa) yang didahului oleh sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim.

Dari pemahaman makna Al-Malik yang telah disebutkan, maka wajib bagi kita untuk meyakini bahwa Allah memiliki segala sesuatu dan menguasainya dengan kepemilikan dan kekuasaan yang tidak terbatas.

Seorang hamba yang telah mendapatkan bagian dari nama Allah, "Al-Malik" (Yang Maha Raja), maka ia berhak disebut "Abdul Malik" (Hamba Al-Malik).

Hamba yang sempurna adalah hamba yang mendapatkan bagian dari sembilan puluh sembilan nama Allah, dan inilah yang diperoleh oleh Nabi Muhammad, karena beliau telah mendapatkan bagian dari seluruh nama Allah. Kita sebagai hamba harus berusaha untuk mendapatkan bagian dari nama-nama Allah tersebut, meskipun tidak mampu mendapatkan semuanya, tetapi setidaknya mendapatkan sedikit bagian dari nama-nama Allah.

Supaya seorang hamba dapat memperoleh bagian dari Al-Malik hingga menjadi "Abdul Malik," ia harus mampu menjadi raja, mampu menguasai dan mengendalikan kerajaannya. Kerajaan seorang hamba adalah dirinya sendiri, dan tentara atau pasukan yang ada dalam dirinya harus mampu ia perintah dan kendalikan. Tentara tersebut adalah, pertama, sifat marah dan kedua adalah syahwat. Kedua tentara ini harus tunduk di bawah perintahnya, serta rakyat jelata yang ada dalam dirinya pun juga harus tunduk dan patuh. Yang dimaksud dengan rakyat jelata adalah mata, telinga, mulut, kaki, dan anggota tubuh lainnya.

Jika kita sudah mampu mengendalikan kerajaan diri kita dan mampu memerintah tentara serta memimpin rakyat yang ada dalam diri kita, maka berarti kita telah mendapatkan bagian dari nama Allah "Al-Malik" dan kita menjadi "Abdul Malik."

Ada rahasia yang tersembunyi dalam nama Allah "Al-Malik" (Yang Maha Raja). Al-Malik adalah Raja atau penguasa yang memiliki kekuasaan dan otoritas. Sifat ini, sebagai Raja atau penguasa, harus ditaati dan wajib dimiliki. Sifat Raja atau penguasa ini termasuk dalam nama-nama yang mulia, yaitu Raja yang telah mendapatkan bagian dari nama-nama Allah yang agung.

(1) Seorang hamba yang telah mendapatkan bagian dari nama Allah "Al-Malik" adalah seperti "Abdul Malik" (Hamba Al-Malik). Hal ini tidak berlaku untuk semua nama Allah, dan tidak semua nama Allah bisa dicapai dan diperoleh secara penuh. Ini adalah model utama dan ideal bagi seseorang yang ingin menjadi penguasa atau memiliki kekuasaan.

(2) Selanjutnya, ia harus menjadi "Abdul Rahman" (Hamba Yang Maha Pengasih), yang berarti menunjukkan kasih sayang dan kepedulian kepada sesama dengan cara yang penuh kelembutan dan kelemahlembutan. Mengasihi dan merawat orang lain sesuai dengan ajaran yang benar serta menghindari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip.

(3) Selanjutnya, ia harus menjadi "Abdul Rahim" (Hamba Yang Maha Penyayang), yang menunjukkan sifat kasih sayang yang mendalam terhadap manusia dan makhluk lainnya.

Kesimpulannya, seseorang yang telah mendapatkan bagian dari sifat-sifat ini dalam kepatuhan kepada Allah adalah mencapai sifat-sifat ini secara penuh dengan mengikuti ajaran dan perintah-Nya serta memiliki sifat-sifat pengasih dan penyayang.

Oleh karena itu, ia pantas menjadi seorang penguasa. Namun, jika ia tidak memenuhi sifat-sifat tersebut, maka ia tidak pantas menjadi seorang penguasa.

Seorang hamba yang telah mendapatkan bagian dari nama "Abdul Malik," harus mampu mempertanggungjawabkan kekuasaan dan mengelola kekuasaan tersebut (termasuk dalam hal marah dan keinginan). Ia juga harus mampu menjalankan perannya sebagai penguasa (termasuk dalam hal kepemimpinan dan kewajiban). Jika ia memenuhi sifat-sifat ini, maka ia berhak menyandang nama "Abdul Malik." Inilah yang dimaksud dalam pembahasan nama-nama Allah dan yang harus dipahami oleh setiap orang yang mengetahui Allah. Dan Allah lebih tahu yang benar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Al-Rahim (الرحيم) – Maha Penyayang

6. "As-Salam"

35.Asy-Syakuur